Duh, waktu itu gue cuma punya mimpi sederhana: lihat langsung sakura bermekaran di Tokyo. Deg‑deg‑ser rasanya, soalnya dengar biaya liburan ke Jepang itu bikin dompet gemetar. Pertama kali gue coba cek harga tiket, malah ketemu flash sale yang sukses bikin gue terkecoh—tarifnya gedean daripada gaji bulanan! Untungnya, tiba‑tiba ada promonya lagi, dan gue langsung buru‑buru checkout sebelum server error lagi. Pelajaran pertama: pantengin terus website maskapai favorit. Gue sempat nyoba cari promo ANA, AirAsia, sampai JAL, dan akhirnya dapet harga PP Jakarta–Tokyo sekitar Rp 3,2 juta.
Abis tiket aman, gue mulai mikir akomodasi. Awalnya kepikiran hotel bintang tiga, tapi liat harga per malam bisa setara seminggu makan di rumah. Akhirnya, gue nekat booking capsule hotel di Tokyo—biayanya cuma ¥3.500 per malam. Sempat ragu karena “apa worth it?” tapi ternyata nyaman juga, ada loker gede, colokan, dan privacy curtain. Dari situ gue sadar: akomodasi murah + capsule hotel + hostel = sisa budget buat kuliner dan belanja. Lumayan kan buat nyetok onigiri di konbini tiap pagi?
Riset transportasi: JR Pass atau tiket satuan? Gue sempat merasa dilemma. Awalnya mikir “Ah, beli Shinkansen sekali jalan aja,” tapi pas hitung‑hitung malah lebih mahal. Akhirnya gue putuskan ambil JR Pass 7 hari seharga ¥29.650. Meski awalnya ragu, pas dipakai bolak‑balik Tokyo–Kyoto–Osaka, nilai hematnya nyata. Disiplin planning itu ternyata ngebantu banget biar perjalanan backpacking nggak jadi drama overbudget.
Estimasi Biaya & Budget Liburan ke Jepang
Setelah pengalaman kacau waktu pertama riset, gue pun bikin tabel kasar buat breakdown biaya. Tujuannya biar jelas, dan supaya nggak ada surprise charge di sana‑sini. Total kasar yang gue butuhkan sekitar Rp 15–18 juta untuk 5 hari, termasuk buffer buat kejadian yang nggak terduga.
1. Tiket Pesawat (PP Jakarta–Tokyo): Rp 3,2–4 juta
– Flash sale AirAsia pernah bikin gue senyum lebar.
– Kalau mau lebih murah, pantau maskapai full service pas promo.
2. Akomodasi (4 malam): ¥14.000 (~Rp 1,7 juta)
– Capsule hotel di Tokyo: ¥3.500/malam.
– Hostel di Kyoto dan Osaka: rata‑rata ¥3.500–4.000/malam.
3. Transportasi & JR Pass 7‑hari: ¥29.650 (~Rp 3,8 juta)
– Shinkansen unlimited bolak‑balik Tokyo–Kyoto–Osaka.
– Sudah termasuk bus lokal dan kereta JR.
4. Makan & Jajan: ¥2.500–3.500/hari (~Rp 350.000–500.000)
– Sarapan onigiri di konbini: ¥120–200.
– Ramen lunch: ¥800–1.200.
– Street food malam hari: ¥500–1.000.
5. Biaya Tambahan (Suica top‑up, onsen, belanja ringan): Rp 1–1,5 juta
– Suica/Pasmo isi awal ¥3.000.
– Onsen sekitar ¥500–800 sekali kunjung.
Kalau dijumlahin:
Sisanya Rp 3–5 juta dipakai buat buffer atau belanja suvenir. Kalau dipaksain, mungkin bisa ditekan sampai Rp 12 juta total—asal disiplin dan cari diskon terus.
Itinerary 5 Hari & Kota yang Cocok
Berikut rencana jalan‑jalan gue selama 5 hari. Fleksibel sih, tapi kerangka dasarnya tetap dipakai biar nggak nyasar.
Hari 1: Tokyo – Shibuya & Harajuku
Pagi hari, gue tiba di Narita dan langsung aktifkan JR Pass di stasiun Tokyo. Lanjut ke Shibuya Crossing—serius, sensasi lintas di tengah ribuan orang itu epic banget. Tapi saking excited, gue sampe tinggalin backpack di spot foto! Untung ada staf ramah yang simpan. Sore, gue ke Harajuku: Takeshita‑dori penuh warna, crepe unik, sampe vintage shop yang harga itemnya bervariasi.
Hari 2: Tokyo – Asakusa & Ueno
Gue bangun telat karena kecapekan jalan kaki semalaman di Shibuya. Tapi akhirnya nyampe juga ke Kuil Senso‑ji di Asakusa—sayangnya sedikit hujan, tapi atmosfirnya jadi mistis. Makan siang tempura kaki lima, empuk dan gurihnya pas. Buat yang pengen spot foto kece, coba ambil dari pintu gerbang Kaminarimon.
Sore hari, gue lanjut ke Ueno Park. Kalau pas musim bunga, pepohonan sakura kayak payung pink yang menutupi jalan setapak. Ada museum di sana juga, tapi gue lebih milih keliling dan istirahat di bangku taman—biar hemat tiket masuk.
Hari 3: Tokyo ➔ Kyoto
Pagi‑pagi gue buru‑buru ke stasiun, sempat salah gerbong Shinkansen dan harus loncat ke gerbong lain. Deg‑degan! Tapi untungnya, petugas ngebantuin, dan gue tiba di Kyoto sekitar 1,5 jam kemudian. Langsung cus ke Fushimi Inari; lorong toriinya bener‑bener Instagramable.
Sore, gue nyoba izakaya lokal. Walau tempatnya kecil, rasa yakitori dan sake-nya ngena banget di lidah. Pas pulang, jalanan Kyoto tiba‑tiba sepi—serasa punya kota ini sendiri buat beberapa jam.
Hari 4: Kyoto – Arashiyama & Gion
Jam 7 pagi gue udah nongkrong di Arashiyama Bamboo Grove. Cahaya matahari tembus rimbunnya pohon bambu bikin vibes kayak di film. Nih, tip: dateng epat‑epat biar nggak sabar nungguin orang lain lewat.
Siangnya ke Kinkaku‑ji (Golden Pavilion). Refleksi kuil yang keemasan di kolam bikin foto jadi dramatis. Lumayan, gue sampe lupa waktu dan kudu buru‑buru naik kereta ke Gion.
Malamnya, jalan‑jalan di distrik Gion. Nggak ketemu geisha sih—katanya sering muncul kilatan kimono, tapi gue malah ketemu rombongan turis selfie. Tapi suasananya romantis, lampion‑lampion di gang sempit bikin hati adem.
Hari 5: Osaka Day Trip & Kembali
Pagi-pagi gue naik kereta ke Osaka, cuma 30 menit pakai JR Pass. Dotonbori langsung jadi sasaran: takoyaki juicy, okonomiyaki legit, semua ada. Abis itu, gue sempat salah beli varian okonomiyaki—kebanyakan sausnya bikin licin baju, duh!
Sore sebelum balik ke bandara Kansai, gue mampir Umeda Sky Building. Sunset-nya keren, lampu kota Osaka mulai hidup satu per satu. Foto terakhir gue pakai tripod mini — meski start diambil handphone, tetap saja hasilnya lumayan.
Waktu Terbaik Liburan ke Jepang
Aku paling demen awal April ketika sakura lagi mekar sempurna. Rasanya kayak diselimuti kelopak bunga, romantis tapi tetap ramai—soalnya banyak orang hanami di taman. Harganya memang naik sedikit, tapi momen itu susah cari duanya.
Kalau suka warna oranye merah, pertengahan November (koyo) itu epik. Daun maple di Tofuku‑ji dan Arashiyama berubah nuansa hangat, pas buat foto dramatis. Tapi kadang suhu bisa tiba‑tiba dingin menusuk, jadi siapin coat tipis.
Musim panas (Juni–Agustus) sebenernya agak skip buat aku—panas dan lembabnya parah, plus musim hujan suka bentrok. Tapi kalau niat nonton matsuri atau kembang api, ya worth it juga. Cuma ya, siap‑siap deh bawa payung dan keringat ngalir terus.
Musim dingin (Des–Feb) punya daya tarik onsen dan saljunya, terutama di Hokkaido. Suasana kayak postcard, tapi biaya winter gear bisa bikin geleng‑geleng kepala. Jadi, buat trip 5 hari first‑timer, aku saranin tetap pilih hanami atau koyo aja.
Kuliner Jepang yang Wajib Dicoba
Ramen Ichiran (Shibuya):
Kaldu tonkotsu-nya gurihnya parah, level kepedasan bisa disesuaikan sendiri.
Duh, antreannya bisa panjang, tapi setiap menitnya worth it.
Sushi Conveyor Belt:
Harga per piring ¥100–200, cocok buat yang pengen banyak variasi tanpa bikin bokek.
Kalau mau “sedikit” mewah, cari restoran dengan piring premium ¥500 ke atas—rasanya jauh beda.
Takoyaki & Okonomiyaki (Osaka):
Taburan aonori dan katsuobushi bikin rasa jadi kompleks.
Pernah gue beli di pinggir jalan, semangkoknya ludes habis sebelum difoto!
Onigiri Konbini:
Praktis buat sarapan atau jajan di jalan.
Varian isi salmon, tuna mayo, dan umeboshi selalu jadi andalan.
Matcha Dessert (Kyoto):
Soft serve matcha dari Uji Matcha itu legit!
Satu gelas bisa bikin mood langsung mejores.
Izakaya Yuk…:
Coba menu karaage dan yakitori, biasanya porsinya kecil tapi cocok buat sharing.
Minuman craft beer lokal juga patut dicoba meski harganya agak tinggi.
Spot Foto Terbaik untuk Instagram Saat Liburan ke Jepang
Shibuya Crossing (Tokyo):
Ambil dari lantai dua Starbucks, sudut pandangnya epic.
Saat lampu merah, arus manusia jadi objek dinamis yang keren.
Fushimi Inari (Kyoto):
Lorong torii oranye berjajar panjang, sensasi magisnya nyata.
Dateng pagi-pagi biar bebas turis.
Arashiyama Bamboo Grove:
Sinar matahari tembus di antara batang bambu, hasilnya dramatis.
Tip: coba ambil low angle untuk efek lebih dalem.
Kinkaku‑ji (Golden Pavilion):
Refleksi kuil di kolam bikin dua kali keindahan.
Sedikit mendung malah bikin warna emasnya lebih nge-pop.
Dotonbori (Osaka):
Neon sign Glico Man dan papan iklan takoyaki ikonik jadi background gokil.
Long exposure sedikit bisa bikin lampu neon jadi guratan indah.
Itu dia catatan perjalanan dan panduan lengkap liburan 5 hari ke Jepang ala gue. Semoga bermanfaat buat kamu yang mau atur budget, susun itinerary, dan cari spot-spot Instagramable. Jangan lupa cek promo tiket jauh hari dan selalu fleksibel kalau ada rencana mendadak. Selamat liburan, dan enjoy setiap momennya!